Saturday, November 24, 2012
Monumen Pancasila Sakti
Museum Pancasila terletak di wilayah Jakarta Timur, tepatnya berada di Kelurahan Lubang Buaya (Kecamatan Cipayung). Monumen Pancasila Sakti berbatasan dengan Markas Besar (MABES) Tentara Nasional Indonesia (TNI), Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, dan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Museum Pancasila Sakti merupakan sebuah prasasti yang dibangun atas gagasan Presiden Muhammad Soeharto untuk memperingati perjungan para pahlawan dalam mempertahankan Ideologi Pancasila dari upaya penyebarluasan Ideologi Komunis di Republik Indonesia. Awalnya lahan seluas 9 hektar persegi ini merupakan lahan perkebunan yang dijadikan sebagai tempat pelatihan anggota Komunis oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dalam komplek Musuem Pancasila Sakti terdapat Patung 7 Jenderal pahlawan revolusi , diorama penculikan para Jenderal oleh Komunis, sebuah sumur tua yang menjadi lokasi pembunuhan, rumah yang digunakan Komunis sebagai tempat penyiksaan para Jenderal, kendaraan yang menjadi peninggalan peristiwa tersebut, hingga diorama yang mengisahkan tentang pemberontakan Komunis di berbagai daerah Republik Indonesia.
Museum Pancasila Sakti mengisahkan tentang pemberontakan yang dilakukan oleh Kelompok Komunis yang`berusaha melakukan penculikan para Jenderal TNI seperti Letjen Ahmad Yani, Mayjen Suprapto, Mayjen MT Haryono, Mayjen S.Parman, Brigjen DI Panjaitan, dan Brigjen Sutoyo pada tanggal 30 September 1965. Dalam persitiwa bersejarah tersebut diketahui bahwa Jenderal AH Nasution berhasil meloloskan diri dari penculikan tersebut, namun demikian puteri AH Nasution yang bernama Ade Irma bersama dengan Letnan Satu Pierre Tendean yang menjadi Ajudan Nasution menjadi korban pembunuhan dalam upaya penyelamatan AH Nasution dari pembunuhan tersebut. Peristiwa historis ini kemudian dikenal sebagai Tragedi G30S/PKI dalam sejarah pergerakan nasional.
Para Jenderal TNI yang diculik kemudian disiksa dan dibawa ke daerah Lubang Buaya untuk dikubur hidup-hidup dengan cara dimasukan kedalam sebuah sumur yang berada ditempat pelatihan Komunis tersebut. Partai Komunis Indonesia (PKI) kemudian mampu menguasai studio Radio Republik Indonesia (RRI) dan kantor Telekomunikasi yang menjadi sarana komunikasi vital pemerintahan dan menyiarkan kabar penculikan tersebut sebagai bentuk kudeta pemerintahan yantg ditujukan pada para perwira tinggi Dewan Jenderal Republik Indonesia. Menutu Budi Setiono (2003) Sukarno kemudian melantik Muhammad Soeharto sebagai Panglima Jenderal Angkatan Darat untuk menindaklajuti peristiwa tersebut untuk menjaga stabilitas keamanan nasional.
Disamping Monumen 7 Pahlawan revolusi, sumur tua, diorama penculikan dan pemberontakan Komunisme di daerah, museum ini juga menghadirkan rumah penyiksaan yang digunakan para Komunisme untuk menyiksa dan memaksa para Jenderal untuk mendukung Komunisme di Indonesia melalui sebuah surat pernyataan. Tempat penyiksaan ini pada awalnya dikenal sebagai Sekolah Rakyat (SR) yang dialihfungsikan oleh Partai Komunisme Indonesia (PKI)sebagai tempat penyiksaan bagi para penentang pergerakan Komunisme di Indonesia untuk penguasaaan pemerintahan. Sejarah ini kemudian dipertentangkan pasca runtuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998 dengan alasan politis karena terjadi perebutan kekuasaan dengan mengatasnamakan kesalahan rezim pemerintahan.
Satu pesan yang ingin disampaikan dari tempat ini adalah perlu pengorbanan yang besar untuk mempertahankan Ideologi Pancasila dari infiltrasi ideologi asing yang masuk ke nusantara. Sejarah bangsa pernah tergores ditempat ini, sebuah catatan tentang kekejaman kemanusiaan yang mengatasnamakan nama rakyat. Rakyat yang hingga kini dijadikan sebagai obyek potensial bagi para penguasa untuk memperoleh kekuasaan. Lalu siapa rakyat yang sebenarnya ingin diperjuangkan ? Tempat ini bisa dijadikan referensi untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut sehingga bisa menjawab pertanyaan tentang manipulasi kekuasaan saat ini yang selalu mengatasnamakan rakyat untuk memperjuangkan kepentingan tertentu.
Datang dan berkunjunglah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment